Jempol yang indah

Rabu, 16 Februari 2011

Indonesia Raya

Hari ini (tanggal 17 Februari 2011), setelah saya menjadi dewan juri Pemilihan Da'i Cilik (PLDACIL) Pelajar se-Kota Tasikmalaya di Pondok Pesantren Amanah Muhammadiyah Tasikmalaya, saya membaca salah satu koran yaitu pikiran rakyat, didalam koran tersebut ada salah satu artikel yang menurut saya agak sedikit mengguncangkan didalam dunia persejarahan. Walaupun hal ini sudah basi (lewat) tapi agak lebih baiknya kita mereview agar menambah wawasan bagi yang belum mengetahui. Apakah isi artikel itu?



Isi artikelnya ialah pertemuan Komisi VIII DPR RI dengan Amir Nasional Jemaat Ahmadiyah Indonesia, didalam pertemuan itu ternyata Abdul Basit (ketua Amir Ahmadiyah) menyatakan bahwa Ahmadiyah tidak mau menjadi agama baru, karena Ahmadiyah merupakan sesuatu atau golongan dari agama Islam, dan beliau juga menambahkan bahwa Ahmadiyah tidak lepas dari sejarah perjuangan Indonesia, karena Ahmadiyah turut membantu Indonesia.Ahmadiyah menganggap bahwa pencipta Lagu Indonesia Raya yaitu Wage Rudolf Soepratman (1903-1938) merupakan pengikut Ahmadiyah.



Tulisan dari Soejono Tjiptomihardjo didalam Buku Kenang-Kenangan 10 Tahun Kabupaten Madiun halaman 171 yang menyatakan bahwa "Tahun 1932, Soepratman mendapat sakit urat sjaraf, disebabkan lelahnja karena bekerdja keras. Setelah beristirahat 2 bulan, di Tjimahi, beliau kembali ke Djakarta untuk mengikuti aliran Achmadijah. Sedjak April beliau bersama kakaknja bertempat tinggal di Surabaja" (ejaan masih dalam bentuk lama). Dengan adanya catatan inilah yang menguatkan Amir Nasional Ahmadiyah mengatakan demikian dalam pertemuan tersebut. Namun ada sedikit pertanyaan dalam benak saya dalam tulisan tersebut yaitu sebelum beliau kembali ke Jakarta tepatnya pada saat di Cimahi aliran apakah yang diikuti oleh bapak WR. Soepratman?dan menurut saya Ahmadiyah tidak bisa menyatakan bahwa Ahmadiyah turut serta dalam membantu Indonesia, kenapa? karena didalam tulisan tersebut dikatakan bahwa terjadinya sekitar tahun 1932, sedangkan lahirnya lagu Indonesia Raya terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928 jadi disana ada senggang waktu sekitar 4 tahun. Dan apabila kita simak dari tulisan tersebut bahwa pada tahun 1932 WR. Soepratman kembali ke Jakarta untuk mengikuti aliran Ahmadiyah, sehingga dengan adanya tulisan tersebut menjelaskan bahwa sebelum beliau ke Jakarta beliau belum mengikuti aliran Ahmadiyah.



Tulisan dari saya ini bukan bermaksud untuk mengelak kontribusi Ahmadiyah terhadap bangsa ini, namun tulisan ini cuma ingin mengutarakan argumen saya terhadap pernyataan seorang Amir Ahmadiyah dengan analisis yang saya ketahui. Semoga dengan adanya pendapat saya ini, para pembaca bisa mengutarakan pendapatnya juga dengan data-data yang saudara miliki agar saya mendapatkan pengetahuan yang baru.

Wassalam.

Minggu, 13 Februari 2011

Sejarah

Ada sedikit pertanyaan dibenak saya tentang kata-kata ini. Walaupun kata ini cuma satu kata saja tapi entah kenapa efeknya sangat tinggi. kata-kata ini saya akuin dewasa ini sudah sangat dilupakan, bahkan walaupun kata-kata ini tercantum disebuah fakultas ataupun jurusan sangatlah jarang diminati, entah mungkin karena paradigma pelajar masa kini yang kemarin sudah saya bahas dicatatan sebelumnya atau mungkin karena sifat fakultas atau jurusan ini eksklusif?mau tau kata-katanya apa?, kata-kata ini ialah SEJARAH.

saya tahu, kata-kata ini sudah bukan hal yang tabu lagi kita dengar, para tokoh terkenalpun selalu berbicara sejarah dikala dirinya sedang dilanda masalah, seperti fidel castro (presiden Kuba 1976-2008 atau seorang revolusioner Kuba) pernah mengatakan atau berpidato yang terkenal yaitu History will absolve me, yang artinya ialah Sejarah akan membebaskan saya. Bahkan bukan tokoh revolusioner luar negeri saja yang berkata tentang sejarah, tapi di Indonesia pun ada, seperti tokoh proklamator dan presiden pertama RI yaitu Soekarno, kata-kata beliau tentang sejarah sangatlah banyak diantaranya "JAS MERAH" (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah) dan "Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya". sekarang pertanyaannya adalah kenapa mereka semua berkata seperti itu?apakah ada sesuatu dibalik ucapan-ucapan tersebut?.

yang dapat saya ambil kesimpulan dari kata-kata ini ialah bahwa sejarah merupakan senjata pamungkas. yang artinya bahwa sejarah akan menacri dan menceritakan sebuah kebenaran. Sejarah bukanlah sesuatu yang memiliki kebenaran, tapi sejarah ialah sesuatu yang berusaha mencari kebenaran. Banyak cerita yang sampai saat ini masih tertutup oleh kabut yang gelap gulita, tertutup debu, dan tertutup lainnya. Oleh karena itu, tugas sejarahlah yang akan membuka sesuatu yang tertutup itu walaupun tidak 100% terbukanya. Dan sejarahpun merupakan sebuah pelajaran yang terpenting dalam hidup ini. Ah mungkin itu dulu aja pembukaan dari saya, selanjutnya saya serahkan kepada kawan-kawan tentang kata kecil ini.

wassalam.

Jumat, 11 Februari 2011

Pelajar Masa Kini

Disuatu hari saya pernah mendapatkan pesan singkat (sms) yang sedikit bikin saya kaget dan heran. Awalnya isi dari pesan itu menanyakan tentang Universitas yang kini sedang saya jalani. Kurang lebih seperti ini "kak, Universitas (demi kenyamanan instansi ini tidak saya sebutkan) k2 kaya gimana kak?", lalu saya jawab "Universitas k2 mempunyai nilai plusnya, yaitu ada nilai2 islamnya", lalu dia membalas lagi, "tapi kak tadi sy diskusi sama **** katanya univ (biar hemat) k2 kualitasnya rendah karena univ k2 tidak ada dinaungan diknas". Setelah mendapatkan pernyataan seperti itu saya kaget bin heran. Karena dari mana dia bisa mengukur kualitas sebuah perguruan tinggi?apakah perguruan tinggi yang berada dibawah 'ketek' diknas bisa dikatakan univ yang mempunyai kualitas tinggi?apakah menjamin dengan pemikiran yang mengatakan bahwa univ yang berada di 'ketek' diknas bisa mendapatkan pekerjaan yang dia harapkan?.
Disini saya tidak akan membela univ yang saya gali ilmunya, tapi disini saya akan sedikit menjelaskan atau mungkin bahasa sekarangnya ingin curhat sedikit tentang pemikiran pelajar masa kini. Dan disini saya juga tidak akan ingin menyalahkan kenapa pelajar masa kini berpikiran seperti itu, karena saya yakin timbulnya pemikiran itu bukan murni dari mereka, tidak menutup kemungkinan kalau ada 'pihak-pihak' lain yang membentuk hal itu.
Pelajar masa kini (khususnya bagi yang ingin melanjutkan ke jenjang lebih tinggi) berfikir bahwa lebih baik dia ngeluarin duit banyak untuk mendapatkan keinginan dia yang ke depannya nanti bahwa dia akan menjadi orang yang mempunyai pekerjaan yang nyata, duit yang melimpah, kekuasaan yang tercapai dengan simsalabim, dsb.
Saudara saya yang hari ini sedang mengurus skripsinya di salah satu perguruan tinggi yang terkenal di Bandung pernah mengatakan kepada saya "jangan nyari kuliah dengan tujuan mencari kerja, tapi carilah kerja yang sesuai dengan ilmu yang pernah didapat di univ nya, karena nantinya ilmu itu akan sia-sia kalo tidak sesuai". Perkataan itu sama dengan yang pernah saya tanamkan didalam hati saya. "Saya kuliah bukan bertujuan ingin mencari kerja, tapi ingin mendapatkan sesuatu yang lebih" itulah yang pernah saya tanam didalam hati saya. Dan saya pun bertanya "apakah pemikiran saya dan saudara saya itu juga tertanam didalam hati kawan2, dildalam hati para pelajar sekarang?".
hei pelajar!!!
Bukalah mata kalian, apakah kalian tidak sadar kalau sekarang ini kalian sudah terpengaruh dengan materii?saya tidak akan melarang kalian mau kuliah dimana, mau ngambil jurusan apa, tapi disini saya cuma mau mengingatkan betapa rendahnya diri kalian kalau kalian kuliah hanya ingin mengincar pekerjaan. Pekerjaan itu banyak kawan, lihatlah dikoran-koran banyak sekali pengumuman lowongan pekerjaan. Bahkan kawan2 pun bisa menciptakan lowongan pekerjaan itu sendiri. Jadi jangan takutlah untuk masalah pekerjaan. Kalian akan terkekang pada saat mencari ilmu apabila tujuannya seperti itu (mencari pekerjaan). Kini saatnya lah kalian membuka mata hati kalian, Allah memberikan sebuah ilmu dan pengetahuan bukan tujuan agar kalian berpikiran seperti itu.
Mungkin 'bokap-nyokap' kawan2 ingin kawan2 mengambil jurusan itu (walaupun itu bukan jurusan yang bisa anda kuasai) agar kawan2 terbebas dari 'kemiskinan' yang kini sedang menjerat dan mencekik leher 'Garuda'. tapi apakah benar setelah kawan2 lulus dari jurusan itu bisa makmur?.
saya berkata seperti ini bukan berarti saya yang paling benar. Tidak kawan!!, Dadang Syarifudin (Tokoh Muhammadiyah Jawa Barat) pernah berkata "orang-orang yang kini kalian demo adalah orang-orang yang dulunya berfikir idealis, tapi setelah mereka mendapatkan kenikmatan sebuah bangku (yang dibeli dari uang rakyat-red), pemikiran dia telah berubah menjadi pragmatis, dan kini pertanyaan saya adalah bagaimana jadinya apabila kawan2 yang masih pelajar (mahasiswa) telah berpikiran pragmatis dari sekarang?". Mohon direnungkan kata-kata itu.
Mungkin itu sedikit curhatan yang bisa saya tuangkan didalam catatan ini, saya sadar kalau curhatan saya ini akan menimbulkan pertanyaan besar dibenak kawan2. Catatan ini tidak hanya untuk kawan2 tapi untuk diri saya juga. Dan mohon maaf ah kalo catatan ini ancur, soalnya saya nya juga lagi buru2..hheheeh

Sabtu, 27 November 2010

Selasa, 23 November 2010

Positivisme

Pengertian

Positivisme berasal dari kata “positif”. Kata positif di sini sama artinya dengan factual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. Menurutpositivisme, pengetahuan kita tidak pernah boleh melebihi fakta-fakta. Dengan demikian, maka ilmu pengetahuan empiris menjadi contoh istimewa dalam bidang ilmu pengetahjuan. Maka filsafat pun harus meneladani contoh itu. Oleh karena itu pulalah positivism menolak cabang filsafat metafisika. Menanyakana “hakekat “ benda-benda atau “penyebab yang sebenarnya”, bagi positivisme tidaklah mempunyai arti apa-apa. Ilmu pengetahuan, termasuk juga filsafat, hanya menyelidiki fakta-fakta dan hubungan yang terdapat antara fakta-fakta. Positivisme pun mengutamakan pengalaman, positivisme tidak menerima sumber pengetahuan melalui pengalaman batiniah (subjek), ia hanya mengandalkan fakta-fakta belaka. (Juhaya S. Praja, 2006)

Sejarah, Perkembangan, dan Tokoh Positivisme

Pada dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat yang meyakini bahwa satu – satunya pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman aktualfisikal. Pengetahuan demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui metode saintifik yang ketat, yang karenanya spekulasi metafisis dihindari. Positivisme, dalam pengertian di atas dan sebagai pendekatan telah dikenal sejak Yunani Kuno . Terminologi positivisme dicetuskan pada pertengahan abad 19 oleh salah satu pendiri ilmu sosiologi yaitu Auguste Comte. Comte percaya bahwa dalam alam pikiran manusia melewati tiga tahapan historis yaitu teologi, metafisik, dan ilmiah. Pengembangan penting dalam paham positivisme klasik dilakukan oleh ahli ilmu alam Ernst Mach yang mengusulkan pendekatan teori secara fiksi (fictionalist). Teori ilmiah bermanfaat sebagai alat untuk menghafal, tetapi perkembangan ilmu hanya terjadi bila fiksi yang bermanfaat digantikan dengan pernyataan yang mengandung hal yang dapat diobservasi. Meskipun Comte dan Mach mempunyai pengaruh yang besar dalam penulisan ilmu ekonomi (Comte mempengaruhi pemikiran J.S. Mill dan Pareto sedangkan pandangan Mach diteruskan oleh Samuelson dan Machlup), pengaruh yang paling utama adalah ide dalam pembentukan filosofi ilmiah pada abad 20 yang disebut logika positivisme (logical positivism).

Pengajaran utama dalam logika positivisme dikembangkan pada tahun 1920 oleh Moritz Schlich, Herbert Feigl, Kurt Gödel, Hans Hahn, Otto Neurath, Friedrich Waismann, Rudolf Carnap and kelompok lain yang sering disebut Vienna Circle. Logika positivisme menempati posisi sebagai filosofi empiris yang radikal, dan para pendirinya percaya bahwa hal ini merupakan awal babak baru dalam penyelidikan filosofi. Tujuan dari seluruh analisis filosofi adalah analisis logika dari ilmu yang dinyatakan sebagai positif, atau empiris, yang merupakan label dari logika positivisme.

Tugas pertama bagi logika positivisme adalah mendefinisikan apa yang menjadi tuntutan dalam penyusunan suatu ilmu pengetahuan. Hasilnya adalah untuk menganalisis bentuk logika dari suatu pernyataan. Pernyataan yang tidak hanya analitis (sebagai contoh: definisi) atau sintetis (pernyataan yang merupakan bukti dari fakta) yang digolongkan sebagai nyata secara kognitif (cognitively significant) atau bermakna. Semua pernyataan lain tidak nyata secara kognitif bila: tidak bermakna, bersifat metafisik, dan tidak ilmiah. Analisis filosofi yang menggunakan pernyataan seperti itu mungkin sebagai ekspresi sikap emosi, atau sikap umum mengenai kehidupan, atau nilai moral, tetapi tidak dapat dinyatakan sebagai ilmu pengetahuan.

Untuk menjalankan program ini, para pengikut logika positivisme membutuhkan kriteria yang obyektif yang dapat membedakan antara pernyataan sintetis yang tidak bermakna. Salah satu pemikiran awal untuk menjawabnya adalah mengemukakan prinsip dapat diverifikasi (verifiability): pernyataan hanya bermakna bila dapat diverifikasi. Sayangnya, pernyataan dalam bentuk universal (seperti: semua burung gagak berwarna hitam), yang sering digunakan dalam ilmu pengetahuan ternyata tidak dapat diverifikasi. Kriteria lainnya adalah dapat ditolak (falsifiability), sedangkan Ayer berpendapat harus dapat diverifikasi meskipun lemah, Carnap menambahkan dapat diubah bentuknya (translatability) ke dalam bahasa empiris dan dapat dikonfirmasi (confirmability). Tetapi, tidak ada satupun dari kriteria tersebut yang mampu membenarkan dalam memutuskan suatu persoalan. Dilema lain adalah adanya terminologi teori dalam pernyataan yang dibuat oleh ilmuwan. Beberapa ilmuwan positivis mengikuti Mach dalam mendesak untuk menghilangkan kriteria tersebut dalam dunia ilmiah, tetapi beberapa ilmuwan lain memegang teguh pernyataan tersebut.

Program akhir dari para ilmuwan positivis adalah menggabungkan tesis dalam ilmu pengetahuan, yaitu semua ilmu pengetahuan dapat memanfaatkan metode yang sama. Hahn meninggal pada tahun 1934 dan Schlick dibunuh pada tahun 1936 oleh muridnya yang gila. Pada waktu Hitler berkuasa dan akhirnya memerangi para intelektual menjadi penyebab utama perpecahan dalam kelompok Vienna Circle pada tahun 1930.

Logika positivisme mengalami modifikasi dan akhirnya digantikan selama dua dasa warsa dengan bentuk yang lebih matang dari pengajaran para positivis yang disebut logika empirisme (logical empiricism). Dikelompokkan melalui adanya perbedaan dalam membuat analisis, ahli falsafah yang mempunyai sumbangan pemikiran adalah Carnap, Ernest Nagel, Carl Hempel, dan Richard Braithwaite.

Ada enam program pengajaran utama dalam logika empirisme. Program pertama adalah menyatukan tesis ilmu pengetahuan. Tiga program berikutnya adalah berhubungan dengan struktur dan tafsir terhadap teori. Model hipotetik-deduktif (hypothetical-deductive) dari struktur teori menyatakan bahwa setiap ilmu pengetahuan mempergunakan teori, yang dinyatakan dalam bentuk formal seperti aksioma, struktur dari hipotetik-deduktif seperti itu tidak mempunyai arti empiris sampai beberapa elemennya (biasanya kesimpulan teori atau prediksi dari teori) diberi interpretasi empiris melalui penggunaan aturan yang sesuai. Tidak semua pernyataan mempunyai interpretasi empiris. Yang hanya mengandung terminologi teoritis, pada khususnya, tidak dapat diinterpretasikan.

Makna dalam suatu pernyataan disesuaikan dengan tesis yang dapat diuji secara langsung (indirect testability thesis) dari pernyataan tersebut. Pernyataan seperti itu mendapat nilai nyata kognitif secara tidak langsung jika teori yang menyertainya dapat memperkuat. Akhirnya, memperhatikan pernyataan tentang batas dan pengkajian teori, logika empiris membentuk konfirmationisme (confirmationism) sebagai kriteria utama dalam penafsiran teori. Teori mempunyai arti ilmiah jika dapat diuji. Pengujian segera dapat mengesahkan atau membatalkan suatu teori. Penerimaan suatu teori tergantung dari derajat pengesahannya. Derajat pengesahan diukur dari:

- suatu kuantitas dan ketelitian dari hasil pengujian yang mendukung,

- ketelitian prosedur observasi dan pengukuran,

- bermacam-macam bukti yang mendukung, dan bahkan

- situasi uji yang mendukung hipotesis.

Kriteria non-empiris tambahan dalam penafsiran (seperti: kesederhanaan, kebagusan, bermanfaat, berlaku umum, dapat dikembangkan) perlu diungkapkan jika teori yang dipilih belum mempunyai dasar empiris. Dua pengajaran terakhir dari logika empirisme membahas logika dari penjelasan ilmiah. Semua penjelasan dalam ilmu pengetahuan harus dinyatakan dalam bentuk bukti deduktif. Kalimat penjelas terdiri atas kelompok kalimat, beberapa diantaranya menyatakan kondisi awal dan salah satunya berisi pernyataan umum atau hukum statistik. Deduktif-nomologis (deductive-nomological) mencakup model suatu hukum dalam penjelasan ilmiah. Sebagai tambahan penganut logika empiris percaya tentang tesis simetri; penjelasan dan prediksi merupakan hal yang simetri secara struktur, perbedaannya hanya dalam hal waktu. Pada penjelasan, fenomena yang dijelaskan telah terjadi, sedangkan dalam prediksi, fenomena tersebut belum terjadi.

Ide para ilmuwan positivis mendapat tantangan yang hebat pada pertengahan abad ke-20. Kemungkinan tetap diterimanya model hypothetico-deductive dalam struktur teori dan tesis pengujian tidak langsung tergantung dari kemampuan menjelaskan perbedaan antara terminologi yang dapat diobservasi (mengacu pada dapat diobservasi secara langsung sampai fakta tentang atom) dan terminologi yang tidak dapat diobservasi secara teoritis. Sayangnya dalam dunia ilmiah ada tingkatan observasi dan tidak ada batasan yang jelas antara terminologi teori yang mengacu pada hal yang tidak dapat diobservasi dan terminologi bukan teori yang mengacu pada hal yang dapat diobservasi. Lebih jauh lagi, karena hal yang berhubungan dengan observasi ini bukan aktivitas yang netral tetapi memerlukan pemilihan data dan interpretasi, maka ada yang berpendapat (dari kritik yang disampaikan Karl Popper dan Norwood Hanson) bahwa semua observasi tergantung dari teori.

Berdasarkan penjelasan diatas, kegagalan memecahkan problem dalam induktif dari Hume dan sejumlah paradoks dalam penggalian pengesahan ilmu pengetahuan maka ilmuwan berusaha membangun pengesahan secara logis induktif. Bahkan Popper menantang untuk membuat pernyataan yang layak yang mempunyai probabilitas induktif yang tinggi. Pada akhirnya, banyak penjelasan dalam bermacam-macam ilmu pengetahuan tidak dapat memenuhi dua model hukum penjelasan ilmiah tersebut.

Sumbernya:

- Praja, Juhaya S., Aliran-aliran Filsafat dan Etika. Yayasan PIARA, Bandung 2006.

- Kattsoff, Louis O,. Pengantar Filsafat. Tiara Wacana, Yogyakarta 2004.

- Gazalba, Sidi,. Sistematika Filsafat; Buku Ketiga Pengantar Kepada Metafisika. Bulan Bintang, Jakarta 1996.

- I.R. Poedjawijatna, Prof., Pembimbing ke Arah Alam Filsafat. Rineka Cipta, Jakarta 1994.

- Bakhtiar, Amsal., Filsafat Agama 1. Logos, Jakarta 1997.

- http://aishkhuw.blogspot.com/2009/11/sejarah-positivisme.html

- http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2008/03/31/positivisme-dan-perkembangannya/